Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri
seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar
dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. -George R. Terry (yang dikutip dari Sutarto,
1998 : 17)
Pemimpin dapat dibedakan dalam 2 arti :
- Pemimpin arti luas, seorang yang memimpin dengan cara mengambil inisiatif tingkah laku masyarakat secara mengarahkan, mengorganisir atau mengawasi usaha-usaha orang lain baik atas dasar prestasi, kekuasaan atau kedudukan.
- Pemimpin arti sempit, seseorang yang memimpin dengan alat-alat yang menyakinkan, sehingga para pengikut menerimanya secara suka rela. (Kenry Pratt Fairchild dalam “Dictionary of Sociologi and Related Sciences”.)
- Pemimpin arti luas, seorang yang memimpin dengan cara mengambil inisiatif tingkah laku masyarakat secara mengarahkan, mengorganisir atau mengawasi usaha-usaha orang lain baik atas dasar prestasi, kekuasaan atau kedudukan.
- Pemimpin arti sempit, seseorang yang memimpin dengan alat-alat yang menyakinkan, sehingga para pengikut menerimanya secara suka rela. (Kenry Pratt Fairchild dalam “Dictionary of Sociologi and Related Sciences”.)
Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin ialah:
·
Tanggung jawab
·
Opimis
·
Integritas (sesuai dengan perkataan)
·
Menyukai perubahan
·
Pantang menyerah
·
Berani menghadapi resiko
·
Berdedikasi dan berkomitmen
Berikut
adalah beberapa watak yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin:
·
Bumi =
mendorong dirinya untuk selalu memberi
kepada sesama. Ini berdasarkan analog bahwa bumi merupakan tempat untuk tumbuh
berbagai tumbuhan yang berbuah dan berguna bagi umat manusia.
·
Air =
Mengalir dinamis dan rendah hati, tidak sombong, tidak arogan
·
Api =
Tegas, kesanggupan/keberanian untuk
memusnahkan hal-hal yang merugikan seperti sifat rakus, korup, keji, dan
merusak.
·
Udara =
memberikan hak hidup kepada masyarakat (hak
untuk mendapatkan kehidupan yang layak {sandang, pangan, papan, dan kesehatan},
mengembangkan diri, mendapatkan pekerjaan,
berpendapat dan berserikat {demokrasi}, dan mengembangkan kebudayaan.)
· Matahari = menjadi
penerang kehidupan, panutan sekaligus menjadi pemberi energi kehidupan
masyarakat.
· Bulan = Memberi
rasa tenteram dan mampu menerangi dalam gelap, mampu memimpin dengan berbagai
kearifan sekaligus visioner (memiliki pandangan jauh ke depan); bukan memimpin
dengan gaya seorang tiran (otoriter) dan berpikiran dangkal.
· Bintang = Harus
mampu menjadi orientasi (panutan), membimbing sekaligus mampu menyelami
perasaan masyarakat.
·
Langit = harus memiliki keluasan hati, perasaan, dan
pikiran dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa dan negara. Tidak sempit
pandangan, emosional, temperamental, gegabah, melainkan harus jembar
hati-pikiran, sabar dan bening dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bukankah
inti atau substansi pemimpin adalah pelayan? Pemimpin yang berwatak juragan
adalah penguasa yang serba minta dilayani dan selalu menguasai pihak yang
dipimpin.
Sumber: Indra Tranggono Pemerhati Kebudayaan dan
Cerpenis, Tinggal di Yogyakarta, website Kompas, 16/08/2008
Berdasarkan pengertian-pengertian yaang saya dapatkan
dari berbagai sumber di atas, menurut pandangan saya pribadi sebagai pelajar
SMA, figur pemimpin masa depan tentunya harus memenuhi beberapa sifat dan watak
yang telah dijabarkan di atas. Pada intinya, pemimpin negara haruslah pro
terhadap rakyat, mengedepankan kepentingan rakyat, mengesampingkan kepentingan
golongnnya (partainya), dan tentunya dapat melaksanakan amanah yang terkandung
dalam UUD Tahun 1945. Seperti pada UUD ’45 Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi, “Bumi
dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.” Mari kita telaah kembali. Di sebelah barat Indonesia tepatnya
di Pulau Bangka Belitung. Di sana adalah salah satu penghasil timah dengan
kualitas terbaik di dunia, yang pasti akan diekspor ke negara-negara tetangga
dengan keuntungan yang cukup besar. Tetapi apakah rakyat yang hidup di sekitar
tempat produksi timah tersebut sejahtera? Jawabannya adalah tidak, mereka yang
telah bekerja demi memenuhi kebutuhan negeri orang justru hidup di bawah garis
kemiskinan. Yang harusnya kekayaan alam itu digunakan untuk memakmurkan rakyat,
justru hanya memakmurkan pihak-pihak tertentu saja. Hal seperti ini juga
terjadi di Indonesia bagian timur, tepatnya di Irian Jaya. Minyak yang kita
miliki justru kita serahkan ke pihak asing, dan negara Indonesia hanya
mendapatkan hasil sebesar 1% saja. Dapat dibayangkan, bagaimana kehidupan
rakyat di sekitar tempat produksi, negara kita saja hanya mendapat bagian
sekitar 1%, sungguh memilukan. Pemimpin kita saat ini seperti gelap mata,
mereka hanya memperhatikan perekonomian di sentral baik atau tidak, mereka
tidak memperdulikan bagaimana kehidupan rakyatnya yang tinggal di beranda
Indonesia (perbatasan Indonesia-Malaysia), yang hidup tanpa listrik, dengan
tingkat kesehatan serta pendidikan yang rendah.
Menurut salah satu pahlawan yang berperan penting dalam
dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantara, beliau memiliki beberapa filosofi yang
sering kita jumpai maupun kita dengar. “Ing ngarso sung tulodo”, “Ing madya
mangun karsa” dan “Tut wuri handayani”.
Ing ngarso sung tulodo
Jadi, sebelum seorang pemimpin memerintahkan sesuatu kepada bawahan/anggotanya,
dia harus dapat mencontohkannya terlebih dahulu. Ing madya mangun karsa
bermakna bahwa seorang pemimpin mampu menempatkan diri di tengah-tengah
anggotanya sebagai pemberi semangat & motivasi agar anggotanya dapat
mencapai kinerja yang maksimal. Tut wuri handayani bermakna bahwa
seorang pemimpin bila berada di belakang harus bisa mendorong
masyarakat/anggotanya supaya senantiasa maju. Seorang pemimpin tidak hanya
memberikan dorongan saja, namun memberikan arahan kepada para anggotanya agar
sejalan dengan visi & misi dan strategi organisasi yang telah ditetapkan.
Pemimpin juga harus mengetahui bagaimana keadaan
anggotanya/kabinetnya. Bila pemimpinnya tidak mengetahui, bagaimana mereka bisa
berkoordinasi dengan baik dan bekerja dengan maksimal agar visi&misi yang
telah ditetapkan dapat tercapai? Seorang juga harus dapat turun ke bawah
(mengunjungi rakyatnya) atau sedang trend
dengan sebutan “blusukkan”.
Sebenarnya bukan Jokowi yang memulai trend blusukkan,
sejak zaman kekhalifahan hal yang seperti itu telah ada. Berikut cuplikan
ceritanya.
Saat Umar bin Khattab menjadi khalifah, beliau sengaja
berjalan-jalan di sekitar istananya hanya dengan pakaian biasa dan tanpa
pengawalan. Ketika melewati sebuah rumah yang sangat sederhana (gubuk) beliau
terhenti sejenak karena mendengar suara tangis seorang anak, didatangilah gubuk
tersebut. “Mengapa anakmu itu menangis, wahai ibu?” Umar bertanya. “Dia belum
makan seharian ini, Pak. Tetapi saya sedang memasakkan makanan untuknya.” Jawab
sang ibu kepada Umar. Karena penasaran, Umar berjalan menuju tungku perapian
tempat sang ibu memasakkan makanan untuk anknya itu. Setelah dibuka, betapa
terkejutnya Umar bin Khattab. Ternyata yang sedang dimasak oleh sang ibu adalah
beberapa batu. “Saya tidak punya pilihan lain, Pak. Saya sudah tidak punya
apa-apa lagi. Saya hanya ingin membuat anak-anak berhenti menangis.” Sahut sang
ibu. Seketika Umar terdiam, dan meninggalkan sang ibu beserta anak-anaknya yang
sedang menangis itu. Tak berapa lama kemudian, datanglah beberapa pasukan
kerajaan membawa begitu banyak bahan makanan menuju rumah sang ibu tadi. Sang
ibu terkejut, sangat terkejut ketika mendengar penjelasan bahwa orang yang tadi
singgah di gubuknya tak lain adalah Khalifah Umar bin Khattab r.a.
Subhanallah... Dari kisah di atas, seperti itulah sosok pemimpin yang
diidam-idamkan masa kini. Di mana seorang raja/presiden/pemimpin tidak hanya
memikirkan perutnya saja saat berada di meja makan, tetapi memikirkan juga
perut rakyatnya.
Dalam Islam, pemimpin yang ideal haruslah memiliki
sifat-sifat yang selalu dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad saw. seperti:
·
Shidiq : Jujur. Seorang pemimpin harus bisa
jujur baik dari perkataan dan perbuatan. Bila wakil-wakil rakyat ataupun
pemimpin kita memiliki sifat ini, Indonesia bisa terbebas dari wabah KKN yang
dewasa ini ramai diperbincangkan.
·
Amanah : Dapat dipercaya. Seorang pemimpin
dipilih atas kehendak rakyatnya dengan tujuan dapat mengemban tanggung jawab
yang telah diberikan rakyat untuk meneruskan cita-cita bangsa, menyalurkan
aspirasi rakyat, membuat sejahtera, dan lain-lain. Bila pemimpin kita tidak
bisa mengemban tanggung jawab itu (tidak dapat dipercaya), bagaimana negara
kita bisa sejahtera dan maju?
·
Tabligh : Menyampaikan. Seorang pemimpin ataupun
wakil rakyat haruslah dapat menyampaikan aspirasi/suara rakyatnya apa adanya
tanpa ada yang dikurangi maupun dirubah sedkitpun.
·
Fathanah : Cerdas. Seorang pemimpin haruslah cerdas
dalam menyelesaikan setiap persoalan yang muncul di masa jabatannya. Bila dia
tidak memiliki ilmu yang cukup, baik dalam akademis maupun non akademis,
berarti dia belum pantas menjadi seorang pemimpin.
Sekian yang dapat saya tulis dalam essay berjudul
“Pandangan Pelajar Mengenai Figur Pemimpin Masa Depan”. Terimakasih dan mohon
maaf apabila ada kekurangan maupun salah kata.
No comments:
Post a Comment